Rabu, 23 Mei 2012

Nama Sumatra telah dikenal Sejak Zaman Rasulullah


Benarkah pulau Sumatra telah dikenal oleh Rasulullah SAW semasa hidup, serta telah dilalui dan disinggahi para pedagang dan pelaut Arab di masa itu? Pernyataan ini diungkap Prof. Dr. Muhammad Syed Naquib al-Attas di buku terbarunya “Historical Fact and Fiction” yang di seminarkan November 2011 lalu.


Syed Muhammad al Naquib al Attas lahir di Bogor, 5 September 1931 adalah seorang cendekiawan dan filsuf muslim saat ini dari Malaysia. Ia menguasai teologi, filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur. Ia juga menulis berbagai buku di bidang pemikiran dan peradaban Islam, khususnya tentang sufisme, kosmologi, filsafat, dan literatur Malaysia.

Kesimpulan Al-Attas ini berdasarkan inductive methode of reasoning. Metode ini, ungkap al-Attas, bisa digunakan para pengkaji sejarah ketika sumber-sumber sejarah yang tersedia dalam jumlah yang sedikit atau sulit ditemukan, lebih khusus lagi sumber-sumber sejarah Islam dan penyebaran Islam di Nusantara memang kurang.


Ada dua fakta yang al-Attas gunakan untuk sampai pada kesimpulan di atas.

Pertama, bukti sejarah Hikayat Raja-Raja Pasai yang di dalamnya terdapat sebuah hadits yang menyebutkan Rasulullah saw menyuruh para sahabat untuk berdakwah di suatu tempat bernama Samudra, yang akan terjadi tidak lama lagi di kemudian hari. Hikayat Raja-raja Pasai antara lain menyebutkan sebagai berikut:

“…Pada zaman Nabi Muhammad Rasul Allah salla’llahu ‘alaihi wassalama tatkala lagi hajat hadhrat yang maha mulia itu, maka sabda ia pada sahabat baginda di Mekkah, demikian sabda baginda Nabi: “Bahwa sepeninggalku ada sebuah negeri di atas angin samudera namanya. Apabila ada didengar khabar negeri itu maka kami suruh engkau (menyediakan) sebuah kapal membawa perkakas dan kamu bawa orang dalam negeri (itu) masuk Islam serta mengucapkan dua kalimah syahadat. Syahdan, (lagi) akan dijadikan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam negeri itu terbanyak daripada segala Wali Allah jadi dalam negeri itu”....

Dasarnya tentu sangat kuat baik secara teologis maupun secara antropologis. Hamzah Fansuri, Nurruddin Ar-Raniry, Syamsuddin As-Sumatrani, Syech Abdurrauf As-singkili atau Syiah Kuala adalah beberapa diantara ulama besar di Aceh yang pernah ada di zaman keemasan kesultanan Pasai dan Aceh Darussalam. Bahkan, beberapa Wali Songo memiliki garis hubungan pendidikan atau lulusan (alumni) yang berguru di Samudera Pasai bahkan ada yang memiliki hubungan keturunan dengan Aceh penyebar Islam di Tanah Jawa.

Kedua, berupa terma “kāfūr” yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Kata ini berasal dari kata dasar “kafara” yang berarti menutupi. Kata “kāfūr” juga merupakan nama yang digunakan bangsa Arab untuk menyebut sebuah produk alam yang dalam Bahasa Inggris disebut camphor, atau dalam Bahasa Melayu disebut dengan kapur barus.

Masyarakat Arab menyebutnya dengan nama tersebut karena bahan produk tersebut tertutup dan tersembunyi di dalam batang pohon kapur barus/pohon karas (cinnamomum camphora) dan juga karena “menutupi” bau jenazah sebelum dikubur. Produk kapur barus yang terbaik adalah dari Fansur (Barus) sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang terletak di pantai barat Sumatra.


Dengan demikian tidak diragukan wilayah Nusantara lebih khusus lagi Sumatra telah dikenal oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dari para pedagang dan pelaut yang kembali dengan membawa produk-produk dari wilayah tersebut (pasai) dan dari laporan tentang apa yang telah mereka lihat dan dengar tentang tempat-tempat yang telah mereka singgahi. Perlu di ketahui, bahwa asal-usul penamaan pulau "Sumatera" sendiri berasal dari kata "Samudera" Pasai.

Menurut berita-berita luar yang juga diceritakan dalam Hikayat Raja-raja Pasai kerajaan ini letaknya di kawasan Selat Melaka pada jalur hubungan laut yang ramai antara dunia Arab, India dan Cina. Disebutkan pula bahwa kerajaan ini pada abad ke XIII sudah terkenal sebagai pusat perdagangan di kawasan itu.

Kembali menurut Al-Attas, ia menyebutkan, ada empat faktor penyebab minimnya sumber dan kajian sejarah Islam dan sejarah penyebaran Islam di Nusantara.

Pertama, sumber dan karya ilmiah sejarah Islam yang ditulis dalam huruf Jawi/Pego (Arab latin) oleh masyarakat Nusantara tidak begitu terkenal di kalangan ilmuwan Barat karena tidak banyak dari mereka yang pandai membaca tulisan Jawi.
Kedua, banyak sumber sejarah yang hilang atau tidak diketahui keberadaannya pada zaman penjajahan.
Ketiga, biasanya sumber-sumber sejarah yang ditulis masyarakat Nusantara dianggap oleh orientalis sebagai artifak sastra, sebagai karya dongeng atau legenda, yang hanya bisa dipelajari dari sudut filologi atau linguistik, dan tidak bisa diterima sebagai sumber sejarah yang sempurna dan benar.
Keempat, karena minimnya sumber dan kajian sejarah Islam Nusantara membuat para ilmuwan Barat hanya menggunakan sumber, kajian dan tulisan dari luar Nusantara termasuk dari Barat. Mereka tidak memperhatikan atau mungkin tidak tahu adanya bahan-bahan dan informasi yang terdapat dalam berbagai sumber sejarah Islam termasuk sumber-sumber sejarah dari wilayah Nusantara.

Prof. Dr. Abdul Rahman Tang, dosen pasca sarjana di Departemen Sejarah dan Peradaban, Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences di International Islamic University Malaysia, selaku pembanding menyatakan kajian sejarah Islam Nusantara yang dilakukan al-Attas dalam buku tersebut sebagian besar bersifat spekulatif.

Salah satu fakta spekulatif tersebut adalah hadits yang terdapat dalam Hikayat Raja Raja Pasai. Menurutnya, fakta-fakta tersebut bisa valid jika telah menjalani proses “verification of fact”. Namun Al-Attas tidak melakukan proses ini terhadap hadits yang disebutkan di dalam hikayat raja-raja pasai tersebut.

Muslim China warga Malaysia ini mempertanyakan tentang hadits ini dan mengkhwatirkan implikasinya terhadap pemikiran masyarakat Nusantara. Menurutnya, al-Attas melakukan inductive methode of reasoning secara tidak konstruktif. Sedang Dr. Syamsuddin Arif, dosen IIUM asal Jakarta, selaku pembicara kedua dalam acara bedah buku tersebut mengungkapkan kesimpulan al-Attas di atas logis dan sesuai dengan fakta.


Hal ini berdasarkan perjalanan pelaut dan pedagang Arab pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang pergi ke China. Untuk mencapai negeri China melalui laut tak ada rute lain kecuali melalui dan singgah wilayah Nusantara.

Lebih lanjut Arif mengemukakan berbagai teori dan pendapat tentang kapan, dari mana, oleh siapa, dan untuk apa penyebaran Islam di Nusantara beserta bukti-bukti dan fakta-fakta yang digunakan untuk mendukung pendapat-pendapat tersebut. Arif juga menjelaskan ilmuwan siapa saja yang memegang dan yang menentang pendapat-pendapat tersebut.

Di akhir makalahnya, Arif mempertanyakan pendapat J.C. Van Leur yang pertama kali menyatakan bahwa penyebaran Islam di Nusantara dimotivasi oleh kepentingan ekonomi dan politik para pelakunya.

Van Leur dalam bukunya “Indonesian Trade and Society” berpendapat, sejalan dengan melemahnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Sumatera dan khususnya di Jawa, para pedagang Muslim beserta muballigh lebih berkesempatan mendapatkan keuntungan dagang dan politik. Dia juga menyimpulan adanya hubungan saling menguntungkan antara para pedagang Muslim dan para penguasa lokal.

Pihak yang satu memberikan bantuan dan dukungan materiil, dan pihak kedua memberikan kebebasan dan perlindungan kepada pihak pertama. Menurutnya, dengan adanya konflik antara keluarga bangsawan dengan penguasa Majapahit serta ambisi sebagian dari mereka untuk berkuasa, maka islamisasi merupakan alat politik yang ampuh untuk merebut pengaruh hingga menghimpun kekuataan.

Menurut catatan M. Yunus Jamil, bahwa pejabat-pejabat Kerajaan Islam Samudera Pasai terdiri dari orang-orang alim dan bijaksana. Adapun nama-nama dan jabatan-jabatan mereka adalah sebagai berikut:

1. Seri Kaya Saiyid Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri.
2. Saiyid Ali bin Ali Al Makaarani, sebagai Syaikhul Islam.
3. Bawa Kayu Ali Hisamuddin Al Malabari, sebagai Menteri Luar Negeri.

Dari catatan-catatan, nama-nama dan lembaga-lembaga seperti tersebut di atas, Prof. A. Hasjmy berkesimpulan bahwa, sistem pemerintahan dalam Kerajaan Islam Samudera Pasai sudah teratur baik, dan berpola sama dengan sistem pemerintahan Daulah Abbasiyah di bawah Sultan Jalaluddin Daulah (416-435 H).

Nama Samudera dan Pasai sudah populer disebut-sebut baik oleh sumber-sumber Cina, Arab dan Barat maupun oleh sumber-sumber dalam negeri seperti Negara Kertagama (karya Mpu Prapanca, 1365) pada abad ke 13 dan ke-14 Masehi. Dan tentang asal usul nama kerajaan ini ada berbagai pendapat.

Menurut J.L. Moens, kata Pasai berasal dari istilah Parsi yang diucapkan menurut logat setempat sebagai Pa’Se. Dengan catatan bahwa sudah semenjak abad ke VII M, saudagar-saudagar bangsa Arab dan Parsi sudah datang berdagang dan berkediaman di daerah yang kemudian terkenal sebagai Kerajaan Islam Samudera Pasai .



Mohammad Said, salah seorang wartawan dan cendikiawan Indonesia pengarang buku ACEH SEPANJANG ABAD yang berkecimpung dengan penelitiannya tentang kerajaan ini dan kerajaan Aceh, dalam prasarannya yang berjudul “Mentjari Kepastian Tentang Daerah Mula dan Cara Masuknya Agama Islam ke Indonesia", berkesimpulan bahwa istilah PO SE yang populer digunakan pada pertengahan abad ke VIII M seperti terdapat dalam laporan-laporan Cina, adalah identik atau mirip sekali dengan Pase atau Pasai.

Pendapat ini adalah sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Prof. Gabriel Ferrand dalam karyanya (L’Empire, 1922, hal.52-162), dan pendapat Prof. Paul Wheatley dalam (The Golden Khersonese, 1961, hal.216), yang didasarkan pada keterangan para musafir Arab tentang Asia Tenggara. Kedua sarjana ini menyebutkan bahwa sudah sejak abad ke-7 Masehi, pelabuhan-pelabuhan yang terkenal di Asia Tenggara pada masa itu, telah ramai dikunjungi oleh para pedagang dan musafir-musafir Arab. Bahkan pada setiap kota-kota dagang itu telah terdapat fondachi-fondachi atau permukiman-permukiman dari pedagang-pedagang yang beragama Islam.

Hadis Dari Abu Hurairah Tentang Perang Dunia

Abu Hurairah-ketika hampir tiba saat kematiannya-berkata kepada orang-orang disekitarnya: "(Riwayat itu) berkaitan dengan berita yang kuketahui tentang keadaan dalam perang akhir zaman."
Mereka berkata: "Sampaikanlah kepada kami. Tidak apa-apa, dan semoga Allah memberimu balasan dengan kebaikan."

Maka, Abu Hurairahpun berkata,"Dalam rangkaian (hitungan) hijrah sesudah seribu tiga ratus (tahun), dan mereka mengikat perjanjian yang disitu Raja Roma melihat bahwa perang semesta dunia pasti terjadi, Allah menghendaki terjadinya perang. Dan waktu tidak berjalan tanpa perjanjian dan perjanjian. Lalu berkuasalah seorang laki-laki dari negeri yang bernama Jirman, bernama al-Hirr. Ia ingin menguasai seluruh dunia. Memerangi semua bangsa di negeri-negeri salju dan kebaikan. Ia bergerak dengan murka Allah sesudah beberapa tahun api (menyala). Ia ingin membunuh rahasia ar-Rusy atau ar-Rus.



Dalam rangkaian hijrah sesudah seribu tiga ratus (tahun), terhitung lima atau enam, Mesir diperintah oleh seorang laki-laki yang dipanggil dengan 'Nashir' yang disebut bangsa Arab sebagai 'Sang Pemberani dari Mesir'. Allah membuatnya hina dalam perang dan perang, dan ia tidak memperoleh kemenangan. Kemudian Allah menghendaki Mesir memperoleh kemenangan di bulan-bulan yang mereka cintai, dan itu adalah untukNYA. Mesir diterima sebagai pemelihara al-Bait dan Arab, dengan seorang laki-laki bernama Sada, ayahnya Anwar. Akan tetapi ia berdamai dengan pencuri masjid al-Aqsha di negeri al-Hazin.
Di Irak muncul seorang laki-laki yang bertindak sewenang -wenang ... dan ... Sufyani. Disalah satu matanya terdapat sedikit tanda kemalasan. Namanya ash-Shaddam, yaitu penghancur bagi orang-orang yang bersekutu untuk menentangnya di Kuwait kecil yang dimasukinya. Ia adalah Madhun. Tidak ada kebaikan bagi as-Sufyani kecuali dengan Islam. Ia baik dan buruk, dan kecelakaan bagi pengkhianat al-Mahdi yang terpercaya.

Dalam rangkaian hijrah seribu empat ratus (tahun), dan hitungan dua atau tiga ... Al-Mahdi al-Amin keluar dan memerangi seluruh dunia yang menghimpun orang-orang sesat dan dimurkai Tuhan, dan orang-orang yang terseret dalam kemunafikan di bumi Isra' dan Mi'raj, ditepi bukit Majidun. Dalam perang itu keluar seorang ratu dunia, pelaku makar dan pelacur. Namanya Amirika. Ia menggoda dunia waktu itu dalam kesesatan dan kekafiran. Sementara itu, Yahudi saat itu berada di tempat yang paling tinggi. Mereka menguasai seluruh al-Quds (Yerusalem) dan al-Madinah al-Muqaddasah (Kota yang Disucikan).

Semua negeri datang dari laut dan udara, kecuali negeri salju yang menakutkan dan negeri panas yang menakutkan. Al-Mahdi melihat bahwa seluruh dunia melakukan makar buruk kepada dirinya, dan ia melihat bahwa makar Allah lebih hebat lagi. Ia melihat pula bahwa seluruh alam Tuhan berada dalam kekuasaannya. Akhir dari perang itu ada di tangannya dan seluruh dunia merupakan pohon yang dimilikinya dari dahan hingga ranting-rantingnya.

Di tanah Isra' dan Mi'raj terjadi perang dunia yang di situ al-Mahdi memberi peringatan kepada orang-orang kafir bila mereka tidak mau keluar. Maka orang-orang kafir dunia berkumpul untuk memerangi al-Mahdi dalam pasukan sangat besar yang belum pernah terlihat sebelumnya. Dalam kelompok kekuatan Yahudi al-Khazar dan Bani Israel masih terdapat pasukan lain yang tidak diketahui jumlahnya.

Al-Mahdi melihat bahwa siksa Allah sangat mengerikan dan janji Allah benar-benar telah datang dan tidak diakhirkan lagi. Kemudian Allah melempari mereka dengan lemparan yang sangat dahsyat. Bumi, lautan dan langit terbakar untuk mereka, dan langit menurunkan hujan yang sangat buruk. Seluruh penduduk bumi mengutuk semua orang kafir dunia, dan Allah mengizinkan lenyapnya seluruh orang kafir di Perang Dajjal dan perangnya terjadi di negeri Syam dan kejahatan ..."

Siapakah Al- Mahdi (Imam Mahdi)?

(Teks paling sahih ini terdapat didalam manuskrip tulistangan yang tersimpan di Dar al‑Kutub al‑Mishriyyah dengan judul Kullu Ma Utsira fi Akhbar al‑Mahdi al‑Muntazhar yang disusun oleh 'Allamah Ibn Hajar al‑'Asqallani, dengan nomor 944/Turats.)
"Setiap ia ingin berbicara, lidahnya terasa berat. Kemudian ia memukul pahanya, dan meluncurlah ucapan‑ucapannya..."
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
(Manuskrip yang tersimpan di perpustakaan Aghadir al-Ammah di Maroko, milik seorang penulis Arab yang diberi julukan Kahin ’Ardh al-Jazirah al-’Arabiyyah.)
”Dilahirkan dari Fathimah seorang cucu(ku) yang paling membahagiakan hatinya sesudah wafatnya. Ia adalah Mahdi umat ini. Pamannya dari ibunya adalah al-Harits dan paman dari ayahnya adalah al-Husein dan semua keadaan dirinya adalah baik.” (HR. Abu Hurairah)
”Ia adalah seorang pemuda sebaya ’Isa al-Masih sewaktu diangkat ke langit, dan mengalahkan orang-orang kafir, persis seperti ’Isa al-Masih. Ia adalah orang yang memiliki ghirah pada agama melebihi para malaikat sewaktu ia melakukan reformasi, pekerja keras dan terpercaya, dan bahkan seluruh dunia tunduk kepadanya, baik secara paksa maupun sukarela.”
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
(Sebuah Manuskrip yang berjudul Fi Ma Ja’a’an al-Mahdi. Pemilik pertama manuskrip ini adalah Jadul Maula Khairuddin al-Amin (abad ke 4 H), sedangkan pemilik terakhir adalah Raja Swedia, Carl Gustaf XVI yang dibeli dari cendekiawan Inggris bernama GH. Israel.)
Hadist marfu’ yang diterima dari Abu Hurairah ra;
”Al-Mahdi adalah anak cucu al-Hasan bin ’Ali. Ia menguasai urusan kaum muslim, yang seluruh keadaan dirinya baik dan rencana Allah sungguh hebat.”
Diriwayatkan sebuah hadis marfu' dari Abu Hurairah bahwa 'Ali bin Abi Thalib karramallah wajhah berkata,
"Ada sebuah rahasia yang ingin tetap kusimpan dari setiap Muslim, kalaulah tidak karena aku memperoleh ilham untuk menyebarluaskannya." Seseorang bertanya, "Rahasia apa itu, wahai 'Ali?" 'Ali menjawab, "Ada seorang pemuda dari kalangan kami, Ahl al‑Bait, yang akan menguasai dunia seperti Dzul Qarnain. Ia dianugerahi berbagai sarana dan cara dalam (menangani) segala sesuatu. Urusannya bijaksana, dan tidak ada yang dapat menolak perintah Allah." Mereka bertanya lagi, "Wahai, Putra Abi Thalib, apakah hal itu terjadi di zaman kita?" 'Ali menjawab, "Ia adalah tanda kiamat, dan ia keluar di akhir zaman, lalu menguasai dunia beberapa (bulan atau)1 beberapa tahun. (Allah berfirman): Dan Kami akan memberi karunia kepada orang‑orang yang tertindas dimuka bumi dan hendak menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan mereka pewaris (dunia) (QS 28:5). Kemudian 'Ali me­nyelesaikan ucapannya dengan mengatakan, "Dan aku berdoa untuknya. Maka aminkanlah." Mereka pun mengucapkan, "Allahumma, amin!" Kemudian 'Ali berdoa, "Allahumma, tundalah (kedatangan) al‑Mahdi untuk umat kekasih‑Mu, Muhammad saw., sebagai kebaikan dalam tahun-tahun yang paling kacau‑balau." Mereka mengucapkan, "Allahumma, amin!" 'Ali mengucapkan, "Allahumma, jadikan ia sebagai tanda bagi semesta alam." Mereka mengucapkan, "Allahumma, amin!" 'Ali berdoa lagi, "Allahumma, berikan kekuasaan yang kuat kepadanya, dan jadikan dunia seluruhnya sebagai wilayah kekuasaannya, dan ia terpercaya dalam memerintahnya." Mereka mengucapkan, "Allahumma, amin!" 'Ali mengucapkan, "Allahumma, wahai Tuhan kami, Yang Mahaagung kekuasaanMu, Engkaulah Tuhan kami dan Tuhan semesta alam. Kami memohon kepada‑Mu, Ya Allah, agar Engkau jadikan al‑Mahdi sebagai orang yang terpercaya, dan jika seseorang hendak mencelakainya, maka jadikan orang itu termasuk orang‑orang yang hina dan merugi. " Mereka mengucapkan, "Allahumma, amin!" 'Ali mengucapkan, "Ya Allah, Tuhan kami dan Tuhan semesta alam, hinakan, wahai Tuhan kami, orang‑orang yang paling memusuhi kami, orang‑orang Yahudi yang terkutuk, dan jadikanlah kemenangan kami atas mereka di tangan putera kami, al-Mahdi al‑Amin." Mereka pun mengucapkan, "Allahumma, amin!"
Ada keraguan dari perawi hadis ini. Akan tetapi, penelitian (tahqiq) yang dilakukan atas hadis ini menetapkan "beberapa tahun." Wallahu a’lam.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
(Manuskrip milik seorang alim dari kalangan ulama Madinah al-Munawwarah yang tidak bersedia disebut namanya.)
”Akan menguasai dunia seorang laki-laki dari Ahli Baitku. Namanya sama dengan namaku, keluarganya adalah keturunanku. Nama ayahnya sama dengan nama ayahku dan kakek ibunya adalah juga kakekku.” (HR. Abu Bakar ash-Shiddiq ra.)
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Di dalam hadis‑hadis sahih yang disebut‑sebut oleh sebuah manuskrip kitab langka yang berjudul Harb Akhir az‑Zaman karya seorang penulis dari Maroko, Muhammad bin Karimuddin al‑Asyhab, yang hidup pada abad ke‑13 H, yang kini tersimpan di perpustakaan Dar al‑Kutub al‑Qadimah, Rabat, dengan nomor 98/Turats Qarn Tsalits ‘Asyar Hijri,
Di dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah r.a. disebutkan,
"Al Mahdi berasal dari kami, Ahlul Bait, yang menguasai Mesir dan Syam, dibalik tabir dan dalam udara panas."1
--------------------------------------------------------------
Artinya, Imam Mahdi menguasai Mesir tanpa peperangan. Akan tetapi, ia baru menduduki Syam sesudah terjadi musim yang hebat, yakni dimusim panas. "Kering" juga mengandung konotasi fanatis dan pembunuhan. Ini adalah isyarat tersembunyi yang mengandung arti bahwa akan terjadi beberapa peperangan saat dilakukan pembebasan atas Syam. Akan tetapi, akhimya negeri ini berhasil ditundukkan berikut wilayah‑wilayah yang menjadi kekuasaannya